Dokumen Muat dan Dokumen Bongkar
MATA KULIAH
MUATAN DAN KESEIMBANGAN
TENTANG
DOKUMEN MUAT DAN DOKUMEN BONGKAR
SERTA
PROSEDUR PENGIRIMAN BARANG
DI SUSUN
OLEH KELOMPOK 7
B/TU/IV
TARMIJI ABAS 13.13.1748
URUN UBBAYNI 13.13.1749
VALENTINO
GENTA LEOGAS C 13.13.1750
WAHIDA
ALFIFIRRI 13.13.1751
YUNANDA
RIYANDARI 13.13.1752
ZELLY
FERDIANA 13.13.1753
ZULFADRI 13.13.1754
AKADEMI
MANAJEMEN ADMINISTRASI
MANAJEMEN
ADMINISTRASI TRANSPORTASI UDARA
YOGYAKARTA
2015
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Muatan dan Keseimbangan dengan
materi pembahasan “Dokumen Muat Dan Dokumen Bongkar Serta Prosedur Pengiriman
Barang“. Semoga dengan adanya tugas ini dapat memberikan pandangan serta
pengetahuan baru mengenai materi yang disampaikan. Dan semoga tugas ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis telah berusaha dalam
penyusunan tugas ini, namun penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini
masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan penulisan dimasa yang akan datang.
Yogyakarta,
19 April 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Proses
pencatatan transaksi permohonan pembongkaran muatan akan sangat berperan dalam
dunia penerbangan ataupun transportasi secara umumnya sehingga dokumen muat dan
dokumen bongkar akan memiliki perannya tersendiri dalam hal pengiriman barang
mengenai data-data yang diperlukan untuk proses tersebut.
Aplikasi ini akan menghasilkan berkas pencatatan/dokumentasi sebagai bukti
transaksi antara pihak customer dengan pihak perusahaan dalam hal transaksi
1.2
Rumusan masalah
v Dokumen apa
saja yang digunakan dalamproses bongkar muat barang ?
v Bagaimana
prosedur pengiriman barang ?
1.3
Tujuan
v Agar
mahasiswa dapat mengetahui dokumen bongkar dan dokumen muat serta tata cara
pengiriman barang.
BAB II
PEMBAHASAN
Dokumen Bongkar Muat
Dokumen
adalah surat penting atau berharga yang sifatnya tertulis atau tercetak yang
berfungsi atau dapat di pakai sebagai bukti ataupun keterangan.
Perusahaan
bongkar muat dalam melakukan kegiatannya memerlukan beberapa dokumen. Secara
garis besar, dokumen tersebut dipilah menjadi dua macam, yaitu : dokumen
pemuatan dan dokumen pembongkaran.
I. Dokumen Pemuatan Barang
a. Bill of Lading
Bill
of lading yang disebut juga sebagai konosemen, bagi pengangkut merupakan
kontrak pengankutan sekaligus sebagai bukti tanda terima barang. Bill of lading
juga tanda hak yang memungkinkan barang bisa ditranfer dari shipperke consignee
atau dipindahkan ke pihak ketiga. Bill of lading dibuat oleh perusahaan
pelayaran pengangkut atau agennya berdasarkan shipping instruction yang
diberikan oleh pengirim (shipper). Berdasarkan shipping instruction yang
diterima dari pengirim, perusahaan pelayaran atau agennya membuat draft bill of
lading untuk diserahkan kembali ke pengirim untuk diperiksa isinya. Apabila
perlu, pengirim akan melakukan perubahan atau penambahan. Setelah dikoreksi,
perusahaan pelayaran membuat bill of lading yang asli dalam beberapa lembar sesuai
permintaan pengirim. Apabila nama kapal dituliskan
dalam konosemen, berarti pengirim yang menentukan kapalnya. Sedangkan jika nama
kapal tidak dicantumkan dalam konosemen maka forwarder yang akan menentukan
kapalnya.
b.
Cargo List (loading list)
Loading list adalah daftar semua barang yang dimuat dalam kapal. Loading
list dibuat oleh perusahaan pelayaran atau agennya dan diserahkan kepada semua
pihak yang terkait dengan pemuatan, yaitu : kapal, stevedore, gudang dan
pihak-pihak lain.
c. Tally Muat
Untuk semua barang yang dimuat diatas kapal dicatat dalam tally sheet.
Tally sheet juga dibuat untuk mencatat semua barang yang dimuat. Tally sheet
selain ditandatangani oleh petugas yang mencatat juga harus dicountersigned
oleh petugas kapal mungkin ada ketidaksesuaian (dispute) dari muatan yang ada.
d. Mate’s Receipt
Mate’s receipt adalah tanda terima barang yang akan dimuat ke kapal. Mate’s
receipt dibuat oleh agen pelayaran dan ditandatangani oleh mualim kapal. Jumlah
koli dan kondisi barang disesuaikan dengan data yang tercantum pada mate’s
receipt. Apabila jumlah colli tidak sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam
mate’s receipt maka petugas kapal akan mencatat selisih tersebut. Demikian
pula, jika barang yang dimuat terdapat kerusakan, petugas kapal juga akan
mencatat kondisinya. Selisih atau kondisi ini kemungkinan tercatat pada
konosemen.
e. Stowage plan
Stowage plan adalah gambar tata letak dan susunan semua barang yang telah
dimuat di atas kapal, Untuk kapal petikemas, stowage plan disebut bay plan.
Stowage plan dibuat oleh petugas kapal atau petugas tally. Sedangkan bay plan
dibuat oleh ship planner.
II. Dokumen Pembongkaran
Barang
a. Pemberitahuan kepada bea cukai
Sebelum kedatangan kapal, agen
pelayaran memberitahu kepada bea cukai (khusus untuk pembongkaran barang
import) tentang rencana kedatangan kapal. Selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam
setelah kapal tiba, dengan menyerahkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
1) Cargo manifest dari semua barang yang akan dibongkar/diimport
2) Cargo manifest dari semua barang yang mempunyai tujuan di
luar Indonesia
3) Daftar penumpang dan ABK
4) Daftar perbekalan
5) Daftar senjata api dan obat-obat terlarang
b.
Landing order
Apabila terjadi perubahan bongkar
muat dari suatu party barang, agen pelayaran akan mengeluarkan landing order.
Landing order adalah pemberitahuan dari agen pelayaran kepada kapal tentang adanya
perubahan pelabuhan bongkar satu partai barang dengan menyebutkan pelabuhan
bongkar sebelumnya dan pelabuhan bongkar seharusnya.
c. Tally bongkar
Pada waktu barang dibongkar
dilakukan pencatatan jumlah colli dan kondisinya sebagaimana terlihat dan
hasilnya dicatat dalam tally sheet bongkar. Tally sheet harus di-countersign
oleh nakhoda atau mualim yang berwenang.
d.
Outturn Report
Outturn report adalah daftar dari
semua barang dengan mencatat dari jumlah colli dan kondisinya barang itu pada waktu
dibongkar. Barang yang kurang jumlahnya atau rusak diberi tanda (remark) pada
outturn report.
e. Short and
Overlanded List
Khusus barang yang mengalami
kekurangan atau kelebihan dibuat daftar sendiri yang disebut short and
overlanded list
f. Damage
Cargo List
Khusus untuk barang yang
mengalami kerusakan dibuatkan daftar tersendiri berupa damage cargo list. Untuk
barang-barang yang mengalami kerusakan dalam damaged cargo list diberi
penjelasan rinci mengenai dimana kerusakan terjadi, sebelum dibongkar atau
selama pembongkaran. Dijelaskan pula sejauh mana kerusakan yang dialami.
g. Cargo Tracer
Dengan memperhatikan short and
overlanded list, agen pelayaran mengeluarkan tracer. Tracer merupakan
pemberitahuan kepada semua pihak pelabuhan muat dan bongkar tentang adanya
kekurangan atau kelebihan barang yang terjadi di pelabuhan pengirim. Tracer
juga menanyakan apakah barang yang kurang tersebut ada di pelabuhan penerima
tracer atau sebaliknya.
Pelabuhan penerima tracer akan
menyelidiki isi tracer dan segera menyampaikan hasil penyelidikannya ke
pengirim. Apabila tracer pertama tidak dijawab, setelah 15 hari akan disusul
tracer berikutnya, dan demikian seterusnya sampai mendapat jawaban. Penerima
tracer memiliki kewajiban untuk segera meneliti dan menjawab tracer yang
diterima mengingat akan timbulnya klaim dari pemilik barang.
h. Cargo
Manifest
Cargo manifest adalah keterangan
rinci mengenai barang-barang yang diangkut oleh kapal. Jadi ini merupakan
daftar barang dari semua bill of lading dari barang yang diangkut kapal dan
dijabarkan secara rinci.
Lajur-lajur
dalam manifest adalah sebagai berikut :
1)
Nomor urut
2)
Nomor B/L
3)
Nama pengirim
4)
Nama/alamat penerima (consignee)
5)
Jumlah colli dalam angka
6)
Keterangan mengenai barang
7)
Jumlah berat barang
8)
Patokan berat ato ukuran yang dikenakan tambang (freight)
9)
Tarif satuan barang
10) Lajur kosong untuk catatan seperlunya
11) Jumlah freight yang dibayar menurut tiap B/L
12) Jumlah OPP/OPT
13) Lajur biaya tata usaha
14) Lajur jumlah keseluruhan biaya yang dikenakan pada setiap B/L
15) Lajur keterangan
i.
Special Cargo List
Special cargo list adalah daftar
dari semua barang khusus yang dimuat oleh kapal, misalnya barang berbahaya,
barang berharga, barang berat dan barang yang membutuhkan pengawasan khusus
termasuk refrigenerated cargo.
j.
Dangerous Cargo list
Dangerous cargo list adalah
daftar muatan yang berbahaya,baik yang ditetapkan oleh IMO ataupun yang
ditetapkan oleh yang berwenag di pelabuhan.
k. Hatch
List
Setiap palka mempunyai muatan
sendiri. Hatch list merinci muatan yang
ada pada tiap palka. Hatch list dibuat oleh pihak kapal.
l.
Parcel List
Karena sering ada barang kiriman
yang bukan barang dagangan dikirim melalui kapal laut sebagai barang titipan,
misalnya personal effect, maka barang tersebut didaftar dalam suatu daftar yang
disebut sebagai parcel list.
III. PROSEDUR PENGIRIMAN BARANG
Import
Barang
Di dalam melakukan Impor Barang.
Hendaknya, kita memperhatikan beberapa hal penting di bawah ini. Apabila, kita
memahami dan melakukan Tata Cara dan Prosedur Impor di bawah ini dengan Baik
dan Benar. Maka, Impor itu akan menjadi Mudah, Cepat, dan Benar.
Yang diijinkan untuk melakukan importasi barang hanyalah
perusahaan yang mempunyai Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) atau Nomor
Registrasi Importir (SPR). Bila sebuah Perusahaan ingin mendapatkan fasilitas
ijin impor, maka perusahaan tersebut terlebih dahulu harus mengajukan
permohonan ke Direktorat Jendral Bea dan Cukai untuk mendapatkan NIK/ SPR.
Adapun Perusahaan yang belum mempunyai NIK/ SPR maka hanya diijinkan melakukan importasi sekali saja.
Persyaratan tambahan yang juga harus dipenuhi sebelum perusahaan melakukan importasi adalah harus mempunyai Angka Pengenal Impor (API) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Apabila perusahaan belum mepunyai API dan berniat melakukan importasi harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan impor tanpa API.
Adapun Perusahaan yang belum mempunyai NIK/ SPR maka hanya diijinkan melakukan importasi sekali saja.
Persyaratan tambahan yang juga harus dipenuhi sebelum perusahaan melakukan importasi adalah harus mempunyai Angka Pengenal Impor (API) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Apabila perusahaan belum mepunyai API dan berniat melakukan importasi harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan impor tanpa API.
Kegiatan
yang dilakukan dalam mengimpor barang adalah sebagai berikut :
1. Menentukan
jenis barang dan negara asal barang yang akan diimpor.
Sebelum
mengimpor barang, hal yang sangat perlu diperhatikan adalah HS Code .
(Kodifikasi barang yang tercantum dalam BTKI 2012 – (Buku Tarif Kepabeanan
Indonesia).
Menentukan
HS Code dengan tepat akan dapat :
·
menghitung biaya-bea masuk, PPN dan PPH
·
menghindari permasalahan pengeluaran barang di Bea dan
Cukai (Custom Process)
·
dapat mengurus aspek perijinan impor barang tersebut
sebelum importasi barang
2. Menentukan
cara penyerahan barang (negoisasi dengan seller)- Incoterms.
Cara penyerahan barang terkait dengan tugas dan
tanggung jawab importir dalam pengurusan barang, biaya-biaya apa saja yang akan
ditanggung oleh importir pada saat mengimpor barang dan resiko yang harus
ditanggung oleh importir.
Contoh : Transaksi impor adalah dengan pembelian FOB Shanghai, China, artinya: Importir wajib untuk mengurus barang dari sejak barang termuat diatas kapal di pelabuhan Shanghai, China, mengurus pengangkutan, membayar Bea masuk, PPN dan PPH, mengurus pengeluaran barang di pelabuhan bongkar, hingga mengantar barang ke tempat /gudang importir.
Contoh : Transaksi impor adalah dengan pembelian FOB Shanghai, China, artinya: Importir wajib untuk mengurus barang dari sejak barang termuat diatas kapal di pelabuhan Shanghai, China, mengurus pengangkutan, membayar Bea masuk, PPN dan PPH, mengurus pengeluaran barang di pelabuhan bongkar, hingga mengantar barang ke tempat /gudang importir.
3. Menentukan
cara pembayaran impor.
Cara pembayaran impor dapat dilakukan baik dengan Non
LC ( cash in advance payment, open account, documentary collection. Maupun
dengan documentary credit- LC ( Red Clause, Sight LC, usance)
4.
Mengurus Perijinan Impor.
a. Perijinan
pokok, terdiri dari :
·
Legalitas perusahaan : PT, CV
·
API (Angka Pengenal Impor): API-U atau API-P
·
NIK (Nomor Induk Kepabeanan)
b. Perijinan khusus, yaitu : perijinan terkait dengan jenis barang yang
akan diimpor.
·
Impor buah-buahan : Perusahaan harus mengurus
perijinan : IP-Hortikultura (Importir Produsen) atau sebagai IT-Hortikulutra
(Importir Terdaftar).
Perusahaan harus memenuhi
persyaratan tertentu dalam mendapatkan IP Hortikulura atau IT-Hortikultura
sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu : Permendag No. 16 Tahun 2013,
tentang ketentuan impor produk hortikultura.
5. Menentukan
freight forwarder atau transporter yang akan mengurus barang.
Importir harus tepat dalam memilih siapa pihak yang akan mengurus barang impor. Kegiatan apa yang menjadi tanggung-jawab importir yang akan diserahkan kepada pihak freight forwarder atau transporter tergantung dari deal awal dengan seller (baca : cara penyerahan barang- lihat poin 2)
6. Menentukan
jadwal pengiriman barang (importasi barang).
Jadwal
pengiriman barang adalah salah satu faktor kritis yang harus diperhatikan oleh
importir. Importir sudah harus mengetahui berapa lama perjalanan barang
(transit time) dari sejak barang dimuat di pelabuhan pemberangkatan hingga
barang tiba di pelabuhan tujuan, berapa lama waktu proses pengeluaran barang (
proses di Bea dan Cukai), hingga barang bisa tiba di tempat gudang importir.
Jangan sampai, pada saat barang impor dibutuhkan barang ternyata belum selesai
proses di bea dan cukai (custom process). Barang terhambat karena adanya
perijinan khusus yang belum dilengkapi. Menentukan jadwal pengiriman sebaiknya
melakukan konsultasi dengan pihak freight forwarder yang akan ditunjuk.
7. Melakukan
kegiatan importasi barang.
Kegiatan
importasi barang ini diserahkan kepada freight forwarder yang ditunjuk oleh
importir, kegiatan ini sangat dipengaruhi tipe tranksasi yang disepakati antara
seller dengan buyer (importir)-baca Incoterms.
Kegiatan
importasi barang seperti :
a. Mengurus
pengangkutan barang
b. Mengurus
pengambilan dokumen impor
Dokumen
impor adalah dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pengeluaran barang, seperti
: Packing List, Invoice, B/L, Sertifikat Asuransi, COO.
Pengambilan dokumen asli impor tergantung dari cara pembayaran,, jika melakukan pembayaran dengan LC (Letter of Credit); maka proses pengambilan barang harus dilakukan kepada bank issuing bank pada saat pembukaan L/C. Syarat pengambilan dokumen impor tergantung dari jenis L/C yang dibuka pada saat impor barang. Kemudian, setelah dokumen asli telah diambil, maka importir akan menyerahkan dokumen asli tersebut kepada freight forwarder atau PPJK yang ditunjuk dalam melakukan proses pengeluaran barang. Dokumen yang perlu diurus adalah pengambilan DO Impor kepada pelayaran atau penerbangan dengan menyerahkan Bill of Lading Asli/Airway Bill ASLI.
Pengambilan dokumen asli impor tergantung dari cara pembayaran,, jika melakukan pembayaran dengan LC (Letter of Credit); maka proses pengambilan barang harus dilakukan kepada bank issuing bank pada saat pembukaan L/C. Syarat pengambilan dokumen impor tergantung dari jenis L/C yang dibuka pada saat impor barang. Kemudian, setelah dokumen asli telah diambil, maka importir akan menyerahkan dokumen asli tersebut kepada freight forwarder atau PPJK yang ditunjuk dalam melakukan proses pengeluaran barang. Dokumen yang perlu diurus adalah pengambilan DO Impor kepada pelayaran atau penerbangan dengan menyerahkan Bill of Lading Asli/Airway Bill ASLI.
c. Melakukan
proses pengeluaran barang (custom clearance process)
Proses
pengeluaran barang adalah kegiatan dalam mengeluarkan barang dari pelabuhan
tujuan dengan melakukan proses kepabeanan terlebih dahulu. Proses kepabeanan
seperti: membuat dokumen impor (PIB), membayar bea-bea masuk , PPN dan PPH,
proses penjaluran barang (merah, kuning, hijau) hingga melakukan fiat keluar ke
petugas bea dan cukai hingga penarikan barang. Proses pengeluaran barang ini
akan dilakukan oleh Pihak Freight forwarder atau PPJK (Pengusaha Pengurusan
Jasa Kepabeanan).
d. Melakukan
pengiriman barang ke tempat/gudang importir
Setelah
barang yang diimpor sudah selesai proses pengeluaran barang, maka pihak Pihak
Freight forwarder atau PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) akan
mempersiapkan armada truck nya untuk mengirimkan barang tersebut ke
tempat/gudang importir. Penting dipersiapkan adalah: kesiapan alat-alat bongkar
atau tenaga bongkar pada saat barang sudah tiba di tempat/gudang importir.
Jangan sampai, barang sudah sampai, namun barang tidak bisa bongkar karena
ketidaksiapan alat bongkar.
Berikut
ini diagram dari prosedur impor di Indonesia :
PROSEDUR IMPORT BARANG RESMI
Adapun penjelasan prosedur umum
proses impor di Indonesia melalui portal INSW adalah sebagai berikut :
1.
Importir
mencari supplier barang sesuai dengan yang akan diimpor.
2.
Setelah
terjadi kesepakatan harga, importir membuka L/C di bank devisa dengan
melampirkan PO mengenai barang-barang yang mau diimpor; kemudian antar Bank ke
Bank Luar Negeri untuk menghubungi Supplier dan terjadi perjanjian sesuai
dengan perjanjian isi L/C yang disepakati kedua belah pihak.
3.
Barang–barang
dari Supplier siap untuk dikirim ke pelabuhan pemuatan untuk diajukan.
4.
Supplier
mengirim faks ke Importer document B/L, Inv, Packing List dan beberapa dokumen
lain jika disyaratkan (Serifikat karantina, Form E, Form D, dsb)
5.
Original
dokumen dikirim via Bank / original kedua ke importir
6.
Pembuatan/
pengisian dokumen PIB (Pengajuan Impor Barang). Jika importir mempunyai Modul
PIB dan EDI System sendiri maka importir bisa melakukan penginputan dan
pengiriman PIB sendiri. Akan tetapi jika tidak mempunyai maka bisa menghubungi
pihak PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) untuk proses input dan
pengiriman PIB nya.
7.
Dari
PIB yang telah dibuat, akan diketahui berapa Bea masuk, PPH dan pajak yang lain
yang akan dibayar. Selain itu Importir juga harus mencantumkan dokumen
kelengkapan yang diperlukan di dalam PIB.
8.
Importir
membayar ke bank devisa sebesar pajak yang akan dibayar ditambah biaya PNBP
9.
Bank
melakukan pengiriman data ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai
secara online melalui media Pertukaran Data Elektronik (PDE)
10.
Importir
mengirimkan data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke Sistem Komputer Pelayanan
(SKP) Bea dan Cukai secara online melalui media Pertukaran Data Elektronik
(PDE)
11.
Data
PIB terlebih dahulu akan diproses di Portal Indonesia National Single Window
(INSW) untuk proses validasi kebenaran pengisian dokumen PIB dan proses
verifikasi perijinan (Analizing Point) terkait Lartas.
12.
Jika
ada kesalahan maka PIB akan direject dan importir harus melakukan pembetulan
PIB dan mengirimkan ulang kembali data PIB
13.
Setelah
proses di portal INSW selesai maka data PIB secara otomatis akan dikirim ke
Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai.
14.
Kembali
dokumen PIB akan dilakukan validasi kebenaran pengisian dokumen PIB dan
Analizing Point di SKP
15.
Jika
data benar akan dibuat penjaluran
16.
Jika
PIB terkena jalur hijau maka akan langsung keluar Surat Persetujuan Pengeluaran
Barang (SPPB)
17.
Jika
PIB terkena jalur merah maka akan dilakukan proses cek fisik terhadap barang
impor oleh petugas Bea dan Cukai. Jika hasilnya benar maka akan keluar SPPB dan
jika tidak benar maka akan dikenakan sanksi sesuai undang-undang yang berlaku.
18.
Setelah
SPPB keluar, importir akan mendapatkan respon dan melakukan pencetakan SPPB
melalui modul PIB
19.
Barang
bisa dikeluarkan dari pelabuhan dengan mencantumkan dokumen asli dan SPPB
Adapun beberapa hal yang membuat
dokumen mendapat Jalur Merah antara lain :
1.
Impor
baru
2.
Profil
Importir High Risk
3.
Barang
impor tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah
4.
Barang
Impor Sementara
5.
Barang
Operasional Perminyakan (BOP) golongan II
6.
Ada
informasi intelejen/ NHI
7.
Terkena
sistem acak / Random
8.
Barang
impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi dan/atau berasal dari negara
yang berisiko tinggi
Keterangan : Importir dapat melacak status dokumennya secara realtime melalui portal INSW dengan terlebih dahulu mendaftarkan usernya. Proses mendapatkan user dapat dilihat di portal INSW www.insw.go.id
PERLU DI INGAT!!!!
KARGO / FORWARDER YANG RESMI TIDAK PERNAH memberikan harga tarif angkutan barang baik via udara dan laut kepada customer, sebab hitungan tarif resmi berdasarkan tarif HS code beacukai seperti yang dapat kita lihat pada website resmi http://eservice.insw.go.id/index.cgi...ormation.html. kargo resmi mempunyai sistem tracking barang dan juga detail kapal yg mengangkutnya.
KARGO / FORWARDER YANG RESMI TIDAK PERNAH memberikan harga tarif angkutan barang baik via udara dan laut kepada customer, sebab hitungan tarif resmi berdasarkan tarif HS code beacukai seperti yang dapat kita lihat pada website resmi http://eservice.insw.go.id/index.cgi...ormation.html. kargo resmi mempunyai sistem tracking barang dan juga detail kapal yg mengangkutnya.
CIRI-CIRI IMPORT NON RESMI :
1. Memberikan harga terlebih dahulu bagi angkutan Udara dan
Laut
2. Minimum berat untuk udara 5-10kg, dan minimum berat untuk laut 0.5cbm
3. Menggunakan Marking Code (sebab dalam 1 kontainer/pesawat
terdapat banyak broker2 pengiriman)
4. Tidak dapat melacak status pengiriman secara online, dan
tidak tahu kode kapal/pesawat yg mengangkutnya.
5. Transit via PORT KLANG.
6. Pengiriman dari negara asal tanpa dokumen2 spt: Packing
List, Bill Of loading dan Invoice.
7. Tidak ada kantor resmi di Indonesia
8. Pergantian biaya apabila barang rusak dan hilang tidak
100%
9. Apabila barang tertahan Beacukai, pihak kargo non resmi
hanya menjanjikan saja barang keluar. Barang dapat tertahan berbulan-bulan.
Pengangkutan
udara; ketentuan peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur tentang
angkutan udara, antara lain:
a) Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992
tentang Penerbangan
b) Ordonansi Pengangkutan Udara
1939 (luchtervoerordonanntie) tentang tanggung jawab pengangkut udara
c) Peraturan pemerintah Nomor 40 Tahun
1995 Tentang Angkutan Udara.
Selain
hukum positif nasional yang mengatur mengenai angkutan udara juga terdapat
beberapa ketentuan-ketentuan internasional. Di dalam tata urutan sumber hukum
konvensi-konvensi internasional dan perjanjian multilateral/bilateral
diletakkan di atas peraturan perundang-undangan nasional. Karena hukum udara
termasuk di dalamnya hokum pengangkutan udara yang lebih bersifat
internasional, hukum udara dan hukum pengakutan udara nasional di setiap negara
pada umumnya mendasarkan diri bahkan ada yang turunan semata dari
konvensi-konvensi internasionaldalam bidang angkutan udara tersebut.
Beberapa sumber hukum angkutan udara
yang bersifat ineternasional, (Konvensi-konvensi internasional dalam bidang
angkutan udara) yaitu sebagai berikut:
a) Konvensi Warsawa (Warsaw
Convention) 1929.
Konversi
Warsawa ini nama lengkapnya adalah “Convention for The Unification of The
Certain Rules Relating to Internasional Carriage by Air”, ditandatangani
pada tanggal 12 Oktober 1929 di Warsawa dan berlaku di Indonesia mulai tanggal
29 September 1933.
Konvensi ini antara lain mengatur
hal pokok, yaitu pertama mengatur masalah dokumen angkutan udara (chapter II
article 3-16) dan yang kedua mengatur masalah tanggungjawab pengangkut udara.
Konvensi Warsawa penting artinya
karena ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalamnya dengan atau tanpa
perubahan di beberapa negara dipergunakan pula bagi angkutan udara domestik,
seperti di Inggris, Negeri Belanda, dan Indonesia. Dengan demikian, maka setiap
perubahan pada Konvensi Warsawa harus pula diikuti dengan seksama di Indonesia,
karena perkembangan dalam hukum udara perdata internasional akan berpengaruh
pula pada hukum udara perdata nasional di Indonesia. Terutama ketentuan
mengenai besarnya ganti rugi, baik untuk penumpang maupun barang harus sama
besarnya, ini berlaku untuk penerbangan domestik maupun internasional.
b) Konvensi Geneva.
Konvensi
Geneva ini mengatur tentang “International Recognition of Right in Aircraft”.
Dalam Konvensi Geneva Indonesia tidak turut serta. Namun demikian dari segi
ilmu hukum konvensi ini penting sekali adanya, karena baik “mortage” (dalam
hukum Anglosaxon) maupun “hipotik” (dalam hukum Kontinental) atas pesawat udara
dan peralatannya dapat diakui secara internasional oleh negara-negara
pesertanya.
c) Konvensi Roma 1952
Nama
lengkap dari Konvensi ini adalah “Convention on Damage Caused by Foreign
Aircraft to Third Parties on the Surface”, ditandatangani di Roma pada
tanggal 7 Oktober 1952 dan merupakan pengganti dari konvensi Roma sebelumnya
(tahun 1933). Konvensi Roma tahun 1952 ini mengatur masalah tanggungjawab
operator pesawat terbang asing terhadap pihak ketiga di darat yang menderita
kerugian yang ditimbulkan oleh operator pesawat terbang asing tersebut. Peserta
Konvensi Roma tahun 1952 tersebut pesertanya tidak begitu banyak, dan Indonesia
pun tidak ikut serta di dalamnya.
d) Protokol Hague 1955
Nama
lengkap dari protokol Hague adalah Protokol to Amend the Convention for the
Unification of Certain Rules Relating to Internasional Carriage by Air, Signet
at Warsaw 12 Oktober 1929. Tetapi lazimnya disebut sebagai Hague Protocol
1955.
Protocol Hague 1955 yang
ditandatangani pada tanggal 28 September 1955, berisi beberapa amandemen
terhadap Konvensi Warsawa 1929 seperti masalah kenaikan limit ganti rugi untuk
penumpang, penyederhanaan dan penyempurnaan tiket penumpang dan surat muatan
udara. Jumlah peserta Protocol Hague ini sampai dengan tahun 1981 sebanyak 105
negara. Di dalam peserta Protocol Hague ini negara Indonesia tidak tercatat di
dalamnya, tetapi sebenarnya Indonesia melalui piagam pernyataan Menteri Luar
Negeri RI tanggal 12 Agustus 1960 untuk turut serta (instrument of accession)
sebagai negara peserta kepada Pemerintah Polandia sebagai Depositary State
Protocol Hague ini melalui Kedutaan Besar Indonesia di Moscow untuk diteruskan
di Polandia.
e) Konvensi Guadalajara 1961
Nama
lengkap daripada Konvensi Guadalajara 1961 adalah “Convention Supplementary
to The Warsaw Convention for the Unification of Certain Rules Relating to
International Carriage by Air Performed by a person other than the Contracting
Carrier. Konvensi Guadalajara ditandatangani pada tanggal 18 September 1961
dan muali berlaku sejak tanggal 2 Mei 1964 setelah diratifikasi oleh 5 negara
pesertanya. Konvensi Guadalajara 1961 merupakan suplemen atas Konvensi Warsawa,
suplemen tersebut mengatur masalah tanggungjawab pengangkut udara terhadap
pihak-pihak tidak tersangkut dalam mengadakan perjanjian pengangkutan udara,
karena dalam praktek sering terjadi pengangkut yang sebenarnya bukanlah
pengangkut yang mengadakan perjanjian pengangkutan. Hingga dengan demikian
dalam konvensi dikenal adanya istilah actual carrier dan contracting carrier.
Pada pokoknya Konvensi Guadalajara
memperlakukan ketentuan Konvensi Warsawa terhadap angkutan udara yang dilakukan
oleh pengangkut yang bukan merupakan pengangkut yang mengadakan perjanjian
pengangkutan udara. Sehingga dengan demikian system tanggungjawab yang dianut
sama dengan Konvensi Warsawa.
f) Protokol Guatemala
Protokol
Guatemala yang ditandatangani pada tanggal 8 Maret 1971 memuat
perubahan-perubahan penting atas beberapa ketentuan dalam Konvensi Warsawa dan
Protocol Hague, terutama dalam hal prinsip tanggung jawab pengangkut terhadap
penumpang dan bagasi.
Dalam Protocol Guatemala ini
ditentukan :
·
Tanggung
jawab pengangkut terhadap penumpang dan bagasi digunakan sistem tanggung jawab
yang prinsip “absolute liability dengan prinsip limitation of liability” dan
untuk limit ganti ruginya ditetapkan sebesar 1.500.000,- Gold Franc.
·
Tanggung
jawab terhadap muatan digunakan kombinasi prinsip Presumption of Liability
dengan Limitation of Liability.
·
Tanggung
jawab untuk kerugian yang disebabkan kelambatan terhadap penumpang, bagasi dan
barang digunakan kombinasi prinsip “presumption on non liability dengan
limitation of liability”.
Dalam Protocol Guatemala ini,
Indonesia ikut serta mengirimkan delegasinya tetapi tidak ikut
menandatanganinya, karena delegasi Indonesia beranggapan bahwa limit tanggung
jawab yang ditentukan oleh Protokol Hague ini terlalu tinggi.
BAB III
KESIMPULAN
Dokumen adalah surat
penting atau berharga yang sifatnya tertulis atau tercetak yang berfungsi atau
dapat di pakai sebagai bukti ataupun keterangan.
Perusahaan bongkar muat dalam
melakukan kegiatannya memerlukan beberapa dokumen. Secara garis besar, dokumen
tersebut dipilah menjadi dua macam, yaitu : dokumen pemuatan dan dokumen
pembongkaran
Sedangkan
dari prosedur pengiriman barang yaitu ketika dalam melakukan Impor Barang.
Hendaknya, kita memperhatikan beberapa hal penting di bawah ini. Apabila, kita
memahami dan melakukan Tata Cara dan Prosedur Impor di bawah ini dengan Baik
dan Benar. Maka, Impor itu akan menjadi Mudah, Cepat, dan Benar.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCcQFjAB&url=http%3A%2F%2Fdigilib.its.ac.id%2Fpublic%2FITS-Master-9870-Presentation.pdf&ei=2142Vcm3MI388QXm7YDwDg&usg=AFQjCNEpJP1VySWjw0Ifkdkh8hcA7uabKQ&sig2=QxAuuX2T2EKPjucOvavjLg&bvm=bv.91071109,d.dGc
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CDEQFjAC&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Dpdf%2Fabstrak-70635.pdf&ei=YF82VceQDor68QXaloDIDg&usg=AFQjCNGX9MJJWFyUibQjsJH14vuRBb9a_g&sig2=rqscBbLVF5-Ggp-LijdDxw&bvm=bv.91071109,d.dGc
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCUQFjAB&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F36439%2F1%2F09E00920.pdf&ei=Ulk2VbaqPMzX8gXGioCQDw&usg=AFQjCNF4QpBdtpogktrrwqBYkl9fop3S5A&sig2=1oKY5zv62wqpjqCPsDuB6Q&bvm=bv.91071109,d.dGc
http://www.slideshare.net/jibrinaddifia/vol2-no1-pengoptimalisasian-kegiatan-bongkar-muat-untuk-meningkatkan-produktifitas-kerja-luhur-prasetyo-benny-a-setiono
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=0CFkQFjAH&url=http%3A%2F%2Feprints.uns.ac.id%2F2164%2F1%2F155432208201007291.pdf&ei=gVY2VYm3OIif8QWWlYCYDw&usg=AFQjCNGG3KLIqeFlqWTpDFfwODeuoauljw&sig2=xRhe2nL-mWEZrtLXbXoo1A&bvm=bv.91071109,d.dGc
Kami menawarkan Alat bongkar muat container paling efisien, apabila tertarik silahkan hubungi PT Osi Plastindo Jaya +62 812-8855-588 : +62 888-8552-057
BalasHapus