MENGENAL SANG KEAJAIBAN ZAMAN
BADIUZZAMAN
SAID NURSI
Badiuzzaman Said Nursi dilahirkan pada tahun 1877 di kampung bernama “Nurs”, Provinsi Bitlis, di timur Anatolia dan meninggal pada 20 Maret 1960 di Sanliurfa. Nama “Nursi” ialah sempena
nama kampung ini. Beliau menerima pendidikan asas daripada para ulama terkenal
di daerahnya. Ketika masih muda, beliau telah menunjukkan kecerdikan dan
kemampuan yang luar biasa untuk belajar. Hal ini membuatkannya terkenal di
kalangan guru-guru, kawan-kawan dan orang ramai. Ketika berusia 16 tahun, beliau
mengalahkan beberapa ulama terkemuka yang telah menjemputnya ke satu majlis
perbahasan (ketika itu perbahasan ialah satu amalan biasa di kalangan ulama).
Kemudian beliau terus mengalahkan berbagai kumpulan ulama lain sebanyak
beberapa kali dalam majlis perbahasan. Selepas peristiwa ini, beliau pun
digelar Badiuzzaman (Kekaguman Zaman).
Pengalaman pendidikan yang telah beliau lalui
telah membukakan fikirannya untuk memikirkan cara untuk menghasilkan sistem
pendidikan yang bersepadu. Ketika itu, dunia sedang memasuki satu zaman baru
yang membawa angin perubahan. Satu zaman di mana sains dan lojik memainkan
peranan penting. Beliau berpendapat ilmu agama perlu diajar di sekolah-sekolah
moden dan sekular, sebaliknya ilmu sains moden pula perlu diajar di sekolah-sekolah
agama. Katanya, “Dengan cara ini, para pelajar di sekolah moden dilindungi dari
kekufuran dan para pelajar di sekolah agama akan dilindungi dari sikap taksub”.
Hari-hari
yang beliau lewati bukanlah hari-hari yang biasa, waktu yang selalu beliau
pergunakan untuk belajar dan terus balajar, mamikirkan cara agar bagaimana
kalimat Tauhid itu tetap berdiri kokoh, terpatri dalam raga dan jiwa para
kesatria Allah. Keinginannya dan tekadnya yang begitu bulat dari keteguhannya untuk
terus menuntut ilmu hingga ke negeri nun jauh meski dalam usia yang masih
begitu belia. Dalam usianya yang masih sangat belia itu beliau sudah pergi ke
Bitlis (sebuah kota di Turki timur dan ibukota Provinsi
Bitlis ) salah satunya
demi untuk menuntut ilmu meski hanya dengan berjalan kaki namun tetap beliau
lakoni, beliau juga berguru pada Molla Fethullah Efendi yang bertempat di Siirt.
Molla
Fethullah Efendi menyambut Said Nursi dengan hati bahagia. Molla Fethullah melihat
ada pancaran kebaikan dalam muka Said Nursi. Molla Fethullah lalu menguji Said
Nursi, dan semua pertanyaannya bisa di jawab dengan mudah oleh Said Nursi,
tanpa ada satupun yang salah. Molla Fhetullah memdapati kecerdasan said Nursi
jauh di atas rata-rata remaja seusianya. Mollah Fethullah semakin pensaran pada
remaja yang berasal dari desa Nurs yang ada di hadapannya itu. Molla Fethullah
ingin tahu seberapa banyak kitab yang dibaca dan dikuasainya. Dan setiap kali
Molla Fethullah menanyakan sebuah kitab, maka Said Nursi menjawab ia telah
menyelesaikannya. Puluhan kitab telah dilahap oleh said Nursi dan semua
pertanyaan Molla Fethullah tentang isi kitab-kitab itu bisa dijawab dengan
mudah oleh Said Nursi.
Tak
ayal Molla Fethullah takjub dengan apa yang dilihatnya. “Subhanallah, kecerdsan
yang luar biasa disertai kekuatan hafalan yang luar biasa ada dalam dirimu. Kau
layak diebut Badiuzzaman. Keajaiban zaman ini.”
Itulah
kali pertama Said nursi mendapat julukan Badiuzzaman. Selanjutnya julukan itu
melekat pada namanya, sehingga sering disebut Badiuzzaan Said Nursi. Sang
keajaiban zaman Said dari desa Nurs.
Sehingga
dengan adanya julukan tersebut acap kali Said Nursi diundang oleh
maelis-majelis yang tak lain tujuannya adalah untuk menguji ilmunya. Seorang
anak remaja yang akan diuji dan dihujani oleh pertanyaan-pertanyaan yang bukan
sekedar pertanyaan biasa oleh Ratusan Ulama da Ribuan Jamaah. Namun Said Nursi
selalu barhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan berat itu satu persatu dengan
tenang dengan memandangi wajah gurunya yaitu Molla Fethullah Efendi. Semua
pertanyaan dijawab dengan tuntas dan tepat. Semua yang hadir di majelis itu
dibuat takjub akan kedalaman ilmu agama said nursi. Kejadian itu dicatat oleh
sejarah.
Tak
ayal, said nursi menjadi sangat terkenal.
Namun
begitulah orang-orang yang telah menjadi pilihan Allah Swt, hidupnya tak pernah
sepi dari segala cabaan. Begitu banyak fitnah serta tuduhan-tuduhan yang
sengaja diajukan kepadanya, kearena orang-orang rezim sekuler memang takut
kepada beliau, apa yang beliau katakan pasti akan dengan mudah diterima oleh
masyarakatnya. Sehinnga jika dihitung, maka said Nursi telah meringkuk dari
penjara ke penjara selama 25 tahun. Dan selama itu, meskipun dari balik dinding
penjara pengasingan, Said Nursi menjadi ulama paling depan yang melawan proses
sekularisme di Turki dengan tulisan-tulisannya yang dikenal dengan nama Risalah Nur, atau Rasail al Nur. Karyanya selalu seolah menjadi penerang bagi
murid-muridnya dan masyarakat kala itu, meskipun dalam penjara pengasingan,
namun selalu ada cara bagi Said Nursi untuk menyampaikan tulisa-tulisannya yang
berisi nasehat-nasehat serta kalimat-kalimat keberanian untuk jihad melawan
sekulerisme.
Salah
satu kalimat yang diucapkan Said Nursi saat dalam pengasingannya yaitu, “siapa yang mengenal dan dan menaati Allah,
maka ia akan bahagia walaupun berada dalam penjara yang gelap gulita. Dan siapa
yang lalai dan melupakan Allah, ia akan sengsara walaupun berada dalam istana
yang megah mempesona.”
Salah satu murid
Badiuzzaman Said Nursi adalah Syaikh Fakirullah Mollazade, seorang ulama
dan mufti di Nusaibin. Perjumpaan Fakirullah Mollazade dengan Said Nursi
pertama kali di Cizre. Saat Said Nursi diuji para ulama dan memenangkan
perdebatan. Saat itu Fakirullah Mollazade adalah seorang pelajar. Kekagumannya
pada Said Nursi membuatnya belajar selama tujuh bulan pada Said Nursi. Suatu
hari Said Nursi berkata pada Fakirullah Mollazade,
‘Sad
Salo! Kamu akan hidup sampai usia seratus tahun! Aku akan mati di Urfa, tetapi
orang-orang akan menggali kuburku dan memindahkanku ke suatu tempat! Nemiro!
Sad Salo! Orang yang akan hidup panjang seratus tahun!’
Pada
bulan Maret 1960, Fkirullah Mollazade mendengar kabar Said Nursi datang ke Urfa
dalam kondisi sakit. Masyarakat mengelu-elukan ulama besar itu, sementara pihak
militer sekuler memaksanya untuk keluar dari Urfa, tapi terlambat. Badiuzzaman
Said Nursi sudah wafat dan dimakamkan di Halilurrahman Dergah, Urfa, setelah
dishalati beribu-ribu penduduk kota Urfa.
Dan
benarlah, satu setengah bulan setelahnya pihak junta militer membongkar kubur
Said Nursi dan memindahkannya ke suatu tempat yang dirahasiakan. Dan pada 1973
Syaikh Fakirullah Mollazade meninggal, saat usianya mencapai seratus tahun.
“Kata-kata
Badiuzzaman Said Nursi yang diucapkan saat Fakirullah Mollazade masih muda itu
menjadi kenyataan”
Itulah
seringkas cerita tentang sang Mujaddid yang tak pernah lelah untuk malakukan
gerakan-gerakan serta perjuangannya dalam menegakkan kalimat Allah. Semoga kisah
Sang Badiuzzaman ini dapat menjadi teladan bagi kita semua. Dari
keteguhan dan kebaraniannya, dari kebulatan tekad dan keinginannya untuk
menuntut ilmu di jalan Allah Swt, dari kepandaian dan kerendahan hatinya.
Itulah Sang Badiuzzaman Said Nursi.
Sumber :
Habiburrahman El Shirazy, Api Tauhid, Republika Penerbit, Jakarta, 2014.
Komentar
Posting Komentar