SABAR DAN SYUKUR
SABAR DAN SYUKUR
Hidup adalah perjalanan yang digariskan memiliki dua rasa: manis
dan getir; lapang dan sesak; suka dan duka; nikmat dan musibah. Tak seorangpun
bisa lepas dari dua rasa itu, pun juga mereka yang dicintai_Nya. Makin besar
nikmat, besar pula musibahnya.
Iman pun tak menggaransi kita selalu berlimpah dan tertawa. Ia hanya
jaminan lembut elusan_Nya dalam apapun dera yang menimpa. Maka sabar dan syukur
adalah wahana yang akan membawa hamba menselancari kehidupan yang berasa dua
itu dengan iman dalam dada. Tersebab sabar dan syukur itulah, Nabi nyatakan
betapa menakjubkan hidup dan ihwal orang beriman. Semua urusannya adalah
kebaikan.
Sebab atas musibah dia bersabar, dan sabar itu membuatnya meraih
pahala tanpa hingga; dicintai_Nya dan dibersamai Allah di segala luka. Sebab dalam
nikmat dia bersyukur, dan syukur itu membuat sang nikmat melekat, kian
berganda, kian berlipat, menenggelamkannya dalam rahmat.
Tapi hakikat sabar dan syukur sebenarnya hanya satu saja;
ungkapan iman yang menyambut penuh ridha akan segala karunia_Nya, apa jua
bentuknya. Maka sabar adalah sebentuk syukur dalam menyambut karunia nikmat_Nya
yang berbentuk lara, duka, nestapa, dan musibah yang niscaya. Maka syukur
adalah sebentuk sabar dalam menyambut karunia musibah_Nya yang berbentuk
kesenangan, kelapangan, suka-ria, ataupun nikmat. Lihatlah Ayyub bersyukur atas
segala sakit dan nestapanya, sebab Allah menggugurkan dosa dan menyisakan hati
serta lisan tuk mendzikir_Nya. Lihatlah Sulaiman bersabar atas kemaharajaan
jin, hewan, dan manusia. Sabar dan bersyukur agar tidak tergelincir sebagaimana
Fir’aun.
Kata ulama, sabar ada tiga hal; menaati Allah, menjauhi
kemaksiatan, menerima musibah. Semuanya adalah juga rasa syukur pada_Nya. Sabar
dalam taat, sebab ia kadang terasa berat, ibadah terasa beban; keshalihan
terasa menyesakkan. Tetapi syukurlah, Allah itu dekat. Sabar dalam menjauhi
maksiat, sebab ia kadang terlihat asyik; kedurhakaan tampak cantik. Tetapi syukurlah,
iman itu rasa malu pada_Nya. Sabar dalam menghadapi musibah, sebab ia niscaya bagi
iman di dada; syukurlah dosa gugur dan beserta kesulitan selalu ada kemudahan.
Sebab pahalanya diutuhkan tak terhingga (Surat Az-Zumar ayat
10), maka sabar pun sebenarnya tiada batasnya. Hanya bentuknya yang bisa
disesuaikan. Maka iman menuntun takwa; ialah cerdik dan peka hati dalam memilih
bentuk sabar sekaligus syukur atas segala wujud ujian cinta dari_Nya. Takwa itu
yang bawa sabar kita mendapat kejutan yang mengundang syukur, jalan keluar dari
masalah dan rezeki tak terduga (Surat Ath-Thalaaq ayat 2-3). Tiap nikmat yang
disyukuri jua berpeluang mengundang musibah yang harus disabari, seperti
tampannya Yusuf dan cinta Ya’qub padanya. Maka tak ada kata henti untuk sabar
dan syukur, sebab ia dua tali yang menghubungkan kita dengan_Nya; hingga hidup
terasa surga sebelum surga.
Segala puji bagi Allah; kita milik_Nya, akan kembali jua
pada_Nya. Sekian dulu ya Shalihin dan Shalihinat, tentang sabar dan syukur. Moga
manfaat.
Sumber:
Salim
A. Fillah, Menyimak Kicau Merajut Mkana, Yogyakarta, Pro-U Media, 2012.
Komentar
Posting Komentar