Dokumen Muat dan Dokumen Bongkar



TUGAS MAKALAH
MATA KULIAH MUATAN DAN KESEIMBANGAN
TENTANG DOKUMEN MUAT DAN DOKUMEN BONGKAR
SERTA PROSEDUR PENGIRIMAN BARANG


DI SUSUN OLEH KELOMPOK 7
B/TU/IV
TARMIJI ABAS                                           13.13.1748
URUN UBBAYNI                                        13.13.1749
VALENTINO GENTA LEOGAS C          13.13.1750
WAHIDA ALFIFIRRI                                13.13.1751
YUNANDA RIYANDARI                          13.13.1752
ZELLY FERDIANA                                    13.13.1753
ZULFADRI                                                   13.13.1754


AKADEMI MANAJEMEN ADMINISTRASI
MANAJEMEN ADMINISTRASI TRANSPORTASI UDARA
YOGYAKARTA
2015



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas  mata kuliah Muatan dan Keseimbangan dengan materi pembahasan “Dokumen Muat Dan Dokumen Bongkar Serta Prosedur Pengiriman Barang“. Semoga dengan adanya tugas ini dapat memberikan pandangan serta pengetahuan baru mengenai materi yang disampaikan. Dan semoga tugas ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
            Penulis telah berusaha dalam penyusunan tugas ini, namun penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan dimasa yang akan datang.


Yogyakarta, 19 April 2015










BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah

Proses pencatatan transaksi permohonan pembongkaran muatan akan sangat berperan dalam dunia penerbangan ataupun transportasi secara umumnya sehingga dokumen muat dan dokumen bongkar akan memiliki perannya tersendiri dalam hal pengiriman barang mengenai data-data yang diperlukan untuk proses tersebut.

Aplikasi ini akan menghasilkan berkas pencatatan/dokumentasi sebagai bukti transaksi antara pihak customer dengan pihak perusahaan dalam hal transaksi

1.2  Rumusan masalah

v  Dokumen apa saja yang digunakan dalamproses bongkar muat barang ?
v  Bagaimana prosedur pengiriman barang ?

1.3  Tujuan

v  Agar mahasiswa dapat mengetahui dokumen bongkar dan dokumen muat serta tata cara pengiriman barang.









BAB II
PEMBAHASAN

 Dokumen Bongkar Muat
Dokumen adalah surat penting atau berharga yang sifatnya tertulis atau tercetak yang berfungsi atau dapat di pakai sebagai bukti ataupun keterangan.
Perusahaan bongkar muat dalam melakukan kegiatannya memerlukan beberapa dokumen. Secara garis besar, dokumen tersebut dipilah menjadi dua macam, yaitu : dokumen pemuatan dan dokumen pembongkaran.


I.   Dokumen Pemuatan Barang

a.    Bill of Lading

                             Bill of lading yang disebut juga sebagai konosemen, bagi pengangkut merupakan kontrak pengankutan sekaligus sebagai bukti tanda terima barang. Bill of lading juga tanda hak yang memungkinkan barang bisa ditranfer dari shipperke consignee atau dipindahkan ke pihak ketiga. Bill of lading dibuat oleh perusahaan pelayaran pengangkut atau agennya berdasarkan shipping instruction yang diberikan oleh pengirim (shipper). Berdasarkan shipping instruction yang diterima dari pengirim, perusahaan pelayaran atau agennya membuat draft bill of lading untuk diserahkan kembali ke pengirim untuk diperiksa isinya. Apabila perlu, pengirim akan melakukan perubahan atau penambahan. Setelah dikoreksi, perusahaan pelayaran membuat bill of lading yang asli dalam beberapa lembar sesuai permintaan pengirim. Apabila nama kapal dituliskan dalam konosemen, berarti pengirim yang menentukan kapalnya. Sedangkan jika nama kapal tidak dicantumkan dalam konosemen maka forwarder yang akan menentukan kapalnya.




b.  Cargo List (loading list)

                             Loading list adalah daftar semua barang yang dimuat dalam kapal. Loading list dibuat oleh perusahaan pelayaran atau agennya dan diserahkan kepada semua pihak yang terkait dengan pemuatan, yaitu : kapal, stevedore, gudang dan pihak-pihak lain.
    
c.  Tally Muat
         
                             Untuk semua barang yang dimuat diatas kapal dicatat dalam tally sheet. Tally sheet juga dibuat untuk mencatat semua barang yang dimuat. Tally sheet selain ditandatangani oleh petugas yang mencatat juga harus dicountersigned oleh petugas kapal mungkin ada ketidaksesuaian (dispute) dari muatan yang ada.

d.  Mate’s Receipt

                             Mate’s receipt adalah tanda terima barang yang akan dimuat ke kapal. Mate’s receipt dibuat oleh agen pelayaran dan ditandatangani oleh mualim kapal. Jumlah koli dan kondisi barang disesuaikan dengan data yang tercantum pada mate’s receipt. Apabila jumlah colli tidak sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam mate’s receipt maka petugas kapal akan mencatat selisih tersebut. Demikian pula, jika barang yang dimuat terdapat kerusakan, petugas kapal juga akan mencatat kondisinya. Selisih atau kondisi ini kemungkinan tercatat pada konosemen.

     e.  Stowage plan

                             Stowage plan adalah gambar tata letak dan susunan semua barang yang telah dimuat di atas kapal, Untuk kapal petikemas, stowage plan disebut bay plan. Stowage plan dibuat oleh petugas kapal atau petugas tally. Sedangkan bay plan dibuat oleh ship planner.





II.  Dokumen Pembongkaran Barang

     a.  Pemberitahuan kepada bea cukai

Sebelum kedatangan kapal, agen pelayaran memberitahu kepada bea cukai (khusus untuk pembongkaran barang import) tentang rencana kedatangan kapal. Selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam setelah kapal tiba, dengan menyerahkan dokumen-dokumen sebagai berikut :

1)   Cargo manifest dari semua barang yang akan dibongkar/diimport
2)   Cargo manifest dari semua barang yang mempunyai tujuan di luar Indonesia
3)   Daftar penumpang dan ABK
4)   Daftar perbekalan
5)   Daftar senjata api dan obat-obat terlarang

b.  Landing order
         
Apabila terjadi perubahan bongkar muat dari suatu party barang, agen pelayaran akan mengeluarkan landing order. Landing order adalah pemberitahuan dari agen pelayaran kepada kapal tentang adanya perubahan pelabuhan bongkar satu partai barang dengan menyebutkan pelabuhan bongkar sebelumnya dan pelabuhan bongkar seharusnya.

c.  Tally bongkar

Pada waktu barang dibongkar dilakukan pencatatan jumlah colli dan kondisinya sebagaimana terlihat dan hasilnya dicatat dalam tally sheet bongkar. Tally sheet harus di-countersign oleh nakhoda atau mualim yang berwenang.

d.  Outturn Report

Outturn report adalah daftar dari semua barang dengan mencatat dari jumlah colli dan kondisinya barang itu pada waktu dibongkar. Barang yang kurang jumlahnya atau rusak diberi tanda (remark) pada outturn report.
  e.  Short and Overlanded List

Khusus barang yang mengalami kekurangan atau kelebihan dibuat daftar sendiri yang disebut short and overlanded list

  f.   Damage Cargo List

Khusus untuk barang yang mengalami kerusakan dibuatkan daftar tersendiri berupa damage cargo list. Untuk barang-barang yang mengalami kerusakan dalam damaged cargo list diberi penjelasan rinci mengenai dimana kerusakan terjadi, sebelum dibongkar atau selama pembongkaran. Dijelaskan pula sejauh mana kerusakan yang dialami.

  g.  Cargo Tracer

Dengan memperhatikan short and overlanded list, agen pelayaran mengeluarkan tracer. Tracer merupakan pemberitahuan kepada semua pihak pelabuhan muat dan bongkar tentang adanya kekurangan atau kelebihan barang yang terjadi di pelabuhan pengirim. Tracer juga menanyakan apakah barang yang kurang tersebut ada di pelabuhan penerima tracer atau sebaliknya.
Pelabuhan penerima tracer akan menyelidiki isi tracer dan segera menyampaikan hasil penyelidikannya ke pengirim. Apabila tracer pertama tidak dijawab, setelah 15 hari akan disusul tracer berikutnya, dan demikian seterusnya sampai mendapat jawaban. Penerima tracer memiliki kewajiban untuk segera meneliti dan menjawab tracer yang diterima mengingat akan timbulnya klaim dari pemilik barang.

  h.  Cargo Manifest

Cargo manifest adalah keterangan rinci mengenai barang-barang yang diangkut oleh kapal. Jadi ini merupakan daftar barang dari semua bill of lading dari barang yang diangkut kapal dan dijabarkan secara rinci.


Lajur-lajur dalam manifest adalah sebagai berikut :

1)   Nomor urut
2)   Nomor B/L
3)   Nama pengirim
4)   Nama/alamat penerima (consignee)
5)   Jumlah colli dalam angka
6)   Keterangan mengenai barang
7)   Jumlah berat barang
8)   Patokan berat ato ukuran yang dikenakan tambang (freight)
9)   Tarif satuan barang
10) Lajur kosong untuk catatan seperlunya
11) Jumlah freight yang dibayar menurut tiap B/L
12) Jumlah OPP/OPT
13) Lajur biaya tata usaha
14) Lajur jumlah keseluruhan biaya yang dikenakan pada setiap B/L
15) Lajur keterangan

i.   Special Cargo List

Special cargo list adalah daftar dari semua barang khusus yang dimuat oleh kapal, misalnya barang berbahaya, barang berharga, barang berat dan barang yang membutuhkan pengawasan khusus termasuk refrigenerated cargo.

  j.   Dangerous Cargo list

Dangerous cargo list adalah daftar muatan yang berbahaya,baik yang ditetapkan oleh IMO ataupun yang ditetapkan oleh yang berwenag di pelabuhan.

k.  Hatch List

Setiap palka mempunyai muatan sendiri. Hatch list merinci muatan yang ada pada tiap palka. Hatch list dibuat oleh pihak kapal.

l.   Parcel List

Karena sering ada barang kiriman yang bukan barang dagangan dikirim melalui kapal laut sebagai barang titipan, misalnya personal effect, maka barang tersebut didaftar dalam suatu daftar yang disebut sebagai parcel list.



III. PROSEDUR PENGIRIMAN BARANG

Import Barang


Di dalam melakukan Impor Barang. Hendaknya, kita memperhatikan beberapa hal penting di bawah ini. Apabila, kita memahami dan melakukan Tata Cara dan Prosedur Impor di bawah ini dengan Baik dan Benar. Maka, Impor itu akan menjadi Mudah, Cepat, dan Benar.

Yang diijinkan untuk melakukan importasi barang hanyalah perusahaan yang mempunyai Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) atau Nomor Registrasi Importir (SPR). Bila sebuah Perusahaan ingin mendapatkan fasilitas ijin impor, maka perusahaan tersebut terlebih dahulu harus mengajukan permohonan ke Direktorat Jendral Bea dan Cukai untuk mendapatkan NIK/ SPR.

Adapun Perusahaan yang belum mempunyai NIK/ SPR maka hanya diijinkan melakukan importasi sekali saja.

Persyaratan tambahan yang juga harus dipenuhi sebelum perusahaan melakukan importasi adalah harus mempunyai Angka Pengenal Impor (API) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Apabila perusahaan belum mepunyai API dan berniat melakukan importasi harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan impor tanpa API.



Kegiatan yang dilakukan dalam mengimpor barang adalah sebagai berikut :
1.      Menentukan jenis barang dan negara asal barang yang akan diimpor.
Sebelum mengimpor barang, hal yang sangat perlu diperhatikan adalah HS Code . (Kodifikasi barang yang tercantum dalam BTKI 2012 – (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia).

Menentukan HS Code dengan tepat akan dapat :
·         menghitung biaya-bea masuk, PPN dan PPH
·         menghindari permasalahan pengeluaran barang di Bea dan Cukai (Custom Process)
·         dapat mengurus aspek perijinan impor barang tersebut sebelum importasi barang

2.      Menentukan cara penyerahan barang (negoisasi dengan seller)- Incoterms.
Cara penyerahan barang terkait dengan tugas dan tanggung jawab importir dalam pengurusan barang, biaya-biaya apa saja yang akan ditanggung oleh importir pada saat mengimpor barang dan resiko yang harus ditanggung oleh importir.
Contoh : Transaksi impor adalah dengan pembelian FOB Shanghai, China, artinya: Importir wajib untuk mengurus barang dari sejak barang termuat diatas kapal di pelabuhan Shanghai, China, mengurus pengangkutan, membayar Bea masuk, PPN dan PPH, mengurus pengeluaran barang di pelabuhan bongkar, hingga mengantar barang ke tempat /gudang importir.



3.      Menentukan cara pembayaran impor.
Cara pembayaran impor dapat dilakukan baik dengan Non LC ( cash in advance payment, open account, documentary collection. Maupun dengan documentary credit- LC ( Red Clause, Sight LC, usance)

4.      Mengurus Perijinan Impor.
a. Perijinan pokok, terdiri dari :
·    Legalitas perusahaan : PT, CV
·    API (Angka Pengenal Impor): API-U atau API-P
·    NIK (Nomor Induk Kepabeanan)
b. Perijinan khusus, yaitu : perijinan terkait dengan jenis barang yang akan diimpor.
·   Impor buah-buahan : Perusahaan harus mengurus perijinan : IP-Hortikultura (Importir Produsen) atau sebagai IT-Hortikulutra (Importir Terdaftar).
Perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu dalam mendapatkan IP Hortikulura atau IT-Hortikultura sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu : Permendag No. 16 Tahun 2013, tentang ketentuan impor produk hortikultura.

5.      Menentukan freight forwarder atau transporter yang akan mengurus barang.

Importir harus tepat dalam memilih siapa pihak yang akan mengurus barang impor. Kegiatan apa yang menjadi tanggung-jawab importir yang akan diserahkan kepada pihak freight forwarder atau transporter tergantung dari deal awal dengan seller (baca : cara penyerahan barang- lihat poin 2)

6.      Menentukan jadwal pengiriman barang (importasi barang).
Jadwal pengiriman barang adalah salah satu faktor kritis yang harus diperhatikan oleh importir. Importir sudah harus mengetahui berapa lama perjalanan barang (transit time) dari sejak barang dimuat di pelabuhan pemberangkatan hingga barang tiba di pelabuhan tujuan, berapa lama waktu proses pengeluaran barang ( proses di Bea dan Cukai), hingga barang bisa tiba di tempat gudang importir. Jangan sampai, pada saat barang impor dibutuhkan barang ternyata belum selesai proses di bea dan cukai (custom process). Barang terhambat karena adanya perijinan khusus yang belum dilengkapi. Menentukan jadwal pengiriman sebaiknya melakukan konsultasi dengan pihak freight forwarder yang akan ditunjuk.

7.      Melakukan kegiatan importasi barang.
Kegiatan importasi barang ini diserahkan kepada freight forwarder yang ditunjuk oleh importir, kegiatan ini sangat dipengaruhi tipe tranksasi yang disepakati antara seller dengan buyer (importir)-baca Incoterms.

Kegiatan importasi barang seperti :
a. Mengurus pengangkutan barang
b. Mengurus pengambilan dokumen impor
Dokumen impor adalah dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pengeluaran barang, seperti : Packing List, Invoice, B/L, Sertifikat Asuransi, COO.
Pengambilan dokumen asli impor tergantung dari cara pembayaran,, jika melakukan pembayaran dengan LC (Letter of Credit); maka proses pengambilan barang harus dilakukan kepada bank issuing bank pada saat pembukaan L/C. Syarat pengambilan dokumen impor tergantung dari jenis L/C yang dibuka pada saat impor barang. Kemudian, setelah dokumen asli telah diambil, maka importir akan menyerahkan dokumen asli tersebut kepada freight forwarder atau PPJK yang ditunjuk dalam melakukan proses pengeluaran barang. Dokumen yang perlu diurus adalah pengambilan DO Impor kepada pelayaran atau penerbangan dengan menyerahkan Bill of Lading Asli/Airway Bill ASLI.
c. Melakukan proses pengeluaran barang (custom clearance process)
Proses pengeluaran barang adalah kegiatan dalam mengeluarkan barang dari pelabuhan tujuan dengan melakukan proses kepabeanan terlebih dahulu. Proses kepabeanan seperti: membuat dokumen impor (PIB), membayar bea-bea masuk , PPN dan PPH, proses penjaluran barang (merah, kuning, hijau) hingga melakukan fiat keluar ke petugas bea dan cukai hingga penarikan barang. Proses pengeluaran barang ini akan dilakukan oleh Pihak Freight forwarder atau PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan).
d. Melakukan pengiriman barang ke tempat/gudang importir
Setelah barang yang diimpor sudah selesai proses pengeluaran barang, maka pihak Pihak Freight forwarder atau PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) akan mempersiapkan armada truck nya untuk mengirimkan barang tersebut ke tempat/gudang importir. Penting dipersiapkan adalah: kesiapan alat-alat bongkar atau tenaga bongkar pada saat barang sudah tiba di tempat/gudang importir. Jangan sampai, barang sudah sampai, namun barang tidak bisa bongkar karena ketidaksiapan alat bongkar.

Berikut ini diagram dari prosedur impor di Indonesia :

PROSEDUR IMPORT BARANG RESMI


Adapun penjelasan prosedur umum proses impor di Indonesia melalui portal INSW adalah sebagai berikut :

1.      Importir mencari supplier barang sesuai dengan yang akan diimpor.

2.      Setelah terjadi kesepakatan harga, importir membuka L/C di bank devisa dengan melampirkan PO mengenai barang-barang yang mau diimpor; kemudian antar Bank ke Bank Luar Negeri untuk menghubungi Supplier dan terjadi perjanjian sesuai dengan perjanjian isi L/C yang disepakati kedua belah pihak.


3.      Barang–barang dari Supplier siap untuk dikirim ke pelabuhan pemuatan untuk diajukan.

4.      Supplier mengirim faks ke Importer document B/L, Inv, Packing List dan beberapa dokumen lain jika disyaratkan (Serifikat karantina, Form E, Form D, dsb)

5.      Original dokumen dikirim via Bank / original kedua ke importir

6.      Pembuatan/ pengisian dokumen PIB (Pengajuan Impor Barang). Jika importir mempunyai Modul PIB dan EDI System sendiri maka importir bisa melakukan penginputan dan pengiriman PIB sendiri. Akan tetapi jika tidak mempunyai maka bisa menghubungi pihak PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) untuk proses input dan pengiriman PIB nya.

7.      Dari PIB yang telah dibuat, akan diketahui berapa Bea masuk, PPH dan pajak yang lain yang akan dibayar. Selain itu Importir juga harus mencantumkan dokumen kelengkapan yang diperlukan di dalam PIB.

8.      Importir membayar ke bank devisa sebesar pajak yang akan dibayar ditambah biaya PNBP

9.      Bank melakukan pengiriman data ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai secara online melalui media Pertukaran Data Elektronik (PDE)

10.  Importir mengirimkan data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai secara online melalui media Pertukaran Data Elektronik (PDE)

11.  Data PIB terlebih dahulu akan diproses di Portal Indonesia National Single Window (INSW) untuk proses validasi kebenaran pengisian dokumen PIB dan proses verifikasi perijinan (Analizing Point) terkait Lartas.

12.  Jika ada kesalahan maka PIB akan direject dan importir harus melakukan pembetulan PIB dan mengirimkan ulang kembali data PIB

13.  Setelah proses di portal INSW selesai maka data PIB secara otomatis akan dikirim ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai.

14.  Kembali dokumen PIB akan dilakukan validasi kebenaran pengisian dokumen PIB dan Analizing Point di SKP

15.  Jika data benar akan dibuat penjaluran

16.  Jika PIB terkena jalur hijau maka akan langsung keluar Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB)

17.  Jika PIB terkena jalur merah maka akan dilakukan proses cek fisik terhadap barang impor oleh petugas Bea dan Cukai. Jika hasilnya benar maka akan keluar SPPB dan jika tidak benar maka akan dikenakan sanksi sesuai undang-undang yang berlaku.

18.  Setelah SPPB keluar, importir akan mendapatkan respon dan melakukan pencetakan SPPB melalui modul PIB

19.  Barang bisa dikeluarkan dari pelabuhan dengan mencantumkan dokumen asli dan SPPB




Adapun beberapa hal yang membuat dokumen mendapat Jalur Merah antara lain :

1.      Impor baru
2.      Profil Importir High Risk
3.      Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah
4.      Barang Impor Sementara
5.      Barang Operasional Perminyakan (BOP) golongan II
6.      Ada informasi intelejen/ NHI
7.      Terkena sistem acak / Random
8.      Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi dan/atau berasal dari negara yang berisiko tinggi


Keterangan : Importir dapat melacak status dokumennya secara realtime melalui portal INSW dengan terlebih dahulu mendaftarkan usernya. Proses mendapatkan user dapat dilihat di portal INSW
www.insw.go.id 

PERLU DI INGAT!!!!
KARGO / FORWARDER YANG RESMI TIDAK PERNAH memberikan harga tarif angkutan barang baik via udara dan laut kepada customer, sebab hitungan tarif resmi berdasarkan tarif HS code beacukai seperti yang dapat kita lihat pada website resmi
http://eservice.insw.go.id/index.cgi...ormation.html. kargo resmi mempunyai sistem tracking barang dan juga detail kapal yg mengangkutnya.





CIRI-CIRI IMPORT NON RESMI :

1. Memberikan harga terlebih dahulu bagi angkutan Udara dan Laut

2. Minimum berat untuk udara 5-10kg, dan minimum berat untuk laut 0.5cbm

3. Menggunakan Marking Code (sebab dalam 1 kontainer/pesawat terdapat banyak broker2 pengiriman)

4. Tidak dapat melacak status pengiriman secara online, dan tidak tahu kode kapal/pesawat yg mengangkutnya.

5. Transit via PORT KLANG.

6. Pengiriman dari negara asal tanpa dokumen2 spt: Packing List, Bill Of loading dan Invoice.

7. Tidak ada kantor resmi di Indonesia

8. Pergantian biaya apabila barang rusak dan hilang tidak 100%

9. Apabila barang tertahan Beacukai, pihak kargo non resmi hanya menjanjikan saja barang keluar. Barang dapat tertahan berbulan-bulan.

Pengangkutan udara; ketentuan peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur tentang angkutan udara, antara lain:

a)       Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan
b)       Ordonansi Pengangkutan Udara 1939 (luchtervoerordonanntie) tentang tanggung jawab pengangkut udara
c)       Peraturan pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara.

Selain hukum positif nasional yang mengatur mengenai angkutan udara juga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan internasional. Di dalam tata urutan sumber hukum konvensi-konvensi internasional dan perjanjian multilateral/bilateral diletakkan di atas peraturan perundang-undangan nasional. Karena hukum udara termasuk di dalamnya hokum pengangkutan udara yang lebih bersifat internasional, hukum udara dan hukum pengakutan udara nasional di setiap negara pada umumnya mendasarkan diri bahkan ada yang turunan semata dari konvensi-konvensi internasionaldalam bidang angkutan udara tersebut.
Beberapa sumber hukum angkutan udara yang bersifat ineternasional, (Konvensi-konvensi internasional dalam bidang angkutan udara) yaitu sebagai berikut:

a)      Konvensi Warsawa (Warsaw Convention) 1929.
Konversi Warsawa ini nama lengkapnya adalah “Convention for The Unification of The Certain Rules Relating to Internasional Carriage by Air”, ditandatangani pada tanggal 12 Oktober 1929 di Warsawa dan berlaku di Indonesia mulai tanggal 29 September 1933.
Konvensi ini antara lain mengatur hal pokok, yaitu pertama mengatur masalah dokumen angkutan udara (chapter II article 3-16) dan yang kedua mengatur masalah tanggungjawab pengangkut udara.
Konvensi Warsawa penting artinya karena ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalamnya dengan atau tanpa perubahan di beberapa negara dipergunakan pula bagi angkutan udara domestik, seperti di Inggris, Negeri Belanda, dan Indonesia. Dengan demikian, maka setiap perubahan pada Konvensi Warsawa harus pula diikuti dengan seksama di Indonesia, karena perkembangan dalam hukum udara perdata internasional akan berpengaruh pula pada hukum udara perdata nasional di Indonesia. Terutama ketentuan mengenai besarnya ganti rugi, baik untuk penumpang maupun barang harus sama besarnya, ini berlaku untuk penerbangan domestik maupun internasional.

b)      Konvensi Geneva.
Konvensi Geneva ini mengatur tentang “International Recognition of Right in Aircraft”. Dalam Konvensi Geneva Indonesia tidak turut serta. Namun demikian dari segi ilmu hukum konvensi ini penting sekali adanya, karena baik “mortage” (dalam hukum Anglosaxon) maupun “hipotik” (dalam hukum Kontinental) atas pesawat udara dan peralatannya dapat diakui secara internasional oleh negara-negara pesertanya.

c)      Konvensi Roma 1952
Nama lengkap dari Konvensi ini adalah “Convention on Damage Caused by Foreign Aircraft to Third Parties on the Surface”, ditandatangani di Roma pada tanggal 7 Oktober 1952 dan merupakan pengganti dari konvensi Roma sebelumnya (tahun 1933). Konvensi Roma tahun 1952 ini mengatur masalah tanggungjawab operator pesawat terbang asing terhadap pihak ketiga di darat yang menderita kerugian yang ditimbulkan oleh operator pesawat terbang asing tersebut. Peserta Konvensi Roma tahun 1952 tersebut pesertanya tidak begitu banyak, dan Indonesia pun tidak ikut serta di dalamnya.

d)     Protokol Hague 1955
Nama lengkap dari protokol Hague adalah Protokol to Amend the Convention for the Unification of Certain Rules Relating to Internasional Carriage by Air, Signet at Warsaw 12 Oktober 1929. Tetapi lazimnya disebut sebagai Hague Protocol 1955.
Protocol Hague 1955 yang ditandatangani pada tanggal 28 September 1955, berisi beberapa amandemen terhadap Konvensi Warsawa 1929 seperti masalah kenaikan limit ganti rugi untuk penumpang, penyederhanaan dan penyempurnaan tiket penumpang dan surat muatan udara. Jumlah peserta Protocol Hague ini sampai dengan tahun 1981 sebanyak 105 negara. Di dalam peserta Protocol Hague ini negara Indonesia tidak tercatat di dalamnya, tetapi sebenarnya Indonesia melalui piagam pernyataan Menteri Luar Negeri RI tanggal 12 Agustus 1960 untuk turut serta (instrument of accession) sebagai negara peserta kepada Pemerintah Polandia sebagai Depositary State Protocol Hague ini melalui Kedutaan Besar Indonesia di Moscow untuk diteruskan di Polandia.

e)      Konvensi Guadalajara 1961
Nama lengkap daripada Konvensi Guadalajara 1961 adalah “Convention Supplementary to The Warsaw Convention for the Unification of Certain Rules Relating to International Carriage by Air Performed by a person other than the Contracting Carrier. Konvensi Guadalajara ditandatangani pada tanggal 18 September 1961 dan muali berlaku sejak tanggal 2 Mei 1964 setelah diratifikasi oleh 5 negara pesertanya. Konvensi Guadalajara 1961 merupakan suplemen atas Konvensi Warsawa, suplemen tersebut mengatur masalah tanggungjawab pengangkut udara terhadap pihak-pihak tidak tersangkut dalam mengadakan perjanjian pengangkutan udara, karena dalam praktek sering terjadi pengangkut yang sebenarnya bukanlah pengangkut yang mengadakan perjanjian pengangkutan. Hingga dengan demikian dalam konvensi dikenal adanya istilah actual carrier dan contracting carrier.
Pada pokoknya Konvensi Guadalajara memperlakukan ketentuan Konvensi Warsawa terhadap angkutan udara yang dilakukan oleh pengangkut yang bukan merupakan pengangkut yang mengadakan perjanjian pengangkutan udara. Sehingga dengan demikian system tanggungjawab yang dianut sama dengan Konvensi Warsawa.

f)       Protokol Guatemala
Protokol Guatemala yang ditandatangani pada tanggal 8 Maret 1971 memuat perubahan-perubahan penting atas beberapa ketentuan dalam Konvensi Warsawa dan Protocol Hague, terutama dalam hal prinsip tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang dan bagasi.

Dalam Protocol Guatemala ini ditentukan :
·         Tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang dan bagasi digunakan sistem tanggung jawab yang prinsip “absolute liability dengan prinsip limitation of liability” dan untuk limit ganti ruginya ditetapkan sebesar 1.500.000,- Gold Franc.
·         Tanggung jawab terhadap muatan digunakan kombinasi prinsip Presumption of Liability dengan Limitation of Liability.
·         Tanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan kelambatan terhadap penumpang, bagasi dan barang digunakan kombinasi prinsip “presumption on non liability dengan limitation of liability”.

Dalam Protocol Guatemala ini, Indonesia ikut serta mengirimkan delegasinya tetapi tidak ikut menandatanganinya, karena delegasi Indonesia beranggapan bahwa limit tanggung jawab yang ditentukan oleh Protokol Hague ini terlalu tinggi.





BAB III
KESIMPULAN

Dokumen adalah surat penting atau berharga yang sifatnya tertulis atau tercetak yang berfungsi atau dapat di pakai sebagai bukti ataupun keterangan.
Perusahaan bongkar muat dalam melakukan kegiatannya memerlukan beberapa dokumen. Secara garis besar, dokumen tersebut dipilah menjadi dua macam, yaitu : dokumen pemuatan dan dokumen pembongkaran
Sedangkan dari prosedur pengiriman barang yaitu ketika dalam melakukan Impor Barang. Hendaknya, kita memperhatikan beberapa hal penting di bawah ini. Apabila, kita memahami dan melakukan Tata Cara dan Prosedur Impor di bawah ini dengan Baik dan Benar. Maka, Impor itu akan menjadi Mudah, Cepat, dan Benar.













DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCcQFjAB&url=http%3A%2F%2Fdigilib.its.ac.id%2Fpublic%2FITS-Master-9870-Presentation.pdf&ei=2142Vcm3MI388QXm7YDwDg&usg=AFQjCNEpJP1VySWjw0Ifkdkh8hcA7uabKQ&sig2=QxAuuX2T2EKPjucOvavjLg&bvm=bv.91071109,d.dGc
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CDEQFjAC&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Dpdf%2Fabstrak-70635.pdf&ei=YF82VceQDor68QXaloDIDg&usg=AFQjCNGX9MJJWFyUibQjsJH14vuRBb9a_g&sig2=rqscBbLVF5-Ggp-LijdDxw&bvm=bv.91071109,d.dGc
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCUQFjAB&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F36439%2F1%2F09E00920.pdf&ei=Ulk2VbaqPMzX8gXGioCQDw&usg=AFQjCNF4QpBdtpogktrrwqBYkl9fop3S5A&sig2=1oKY5zv62wqpjqCPsDuB6Q&bvm=bv.91071109,d.dGc
http://www.slideshare.net/jibrinaddifia/vol2-no1-pengoptimalisasian-kegiatan-bongkar-muat-untuk-meningkatkan-produktifitas-kerja-luhur-prasetyo-benny-a-setiono
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=0CFkQFjAH&url=http%3A%2F%2Feprints.uns.ac.id%2F2164%2F1%2F155432208201007291.pdf&ei=gVY2VYm3OIif8QWWlYCYDw&usg=AFQjCNGG3KLIqeFlqWTpDFfwODeuoauljw&sig2=xRhe2nL-mWEZrtLXbXoo1A&bvm=bv.91071109,d.dGc

Komentar

  1. Kami menawarkan Alat bongkar muat container paling efisien, apabila tertarik silahkan hubungi PT Osi Plastindo Jaya +62 812-8855-588 : +62 888-8552-057

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer