Cerita Senja

(Messy Fiction)

Sore kemarin, sepulang dari pasar, seperti biasa saya menyempatkan diri untuk singgah ditaman, sekedar untuk beristirahat dan melihat keindahan seraya memakan buah yang tadi kubeli dipasar. Namun, sepertinya ada sesuatu yang berbeda dari taman sore itu. Kulihat seorang pak tua duduk sendiri, termenung dibangku taman itu. Rasa penasaran memintaku untuk mendekat dan kuberanikan diri untuk menyapa beliau.
“Tuan, kenapa tuan duduk sendiri ditaman ini?”
“Adakah tuan bersama seseorang?”
Pak tua itu, hanya membalas dengan tatapan yang sendu, seolah banyak hal sedang ia pikirkan. Kemudian, ku tanyai lagi.
“Mengapa tuan termenung, dan begitu muram ?”
“Adakah yang tuan sesalkan ?”
“Adakah tuan ingin menyampaikan pesan ?”
Beliau masih tidak menjawab Ku kira, mungkin beliau hanya sedang ingin sendiri. Dari sapa dan beberapa pertanyaanku tidak satupun dijawabnya. Kulangkahkan saja untuk pergi. Namun, ketika aku beranjak, pak tua itu membuka mulutnya.
“Nak, umurmu berapa saat ini ?”
Seketika aku langsung terperangah, kenapa tiba-tiba menanyakan umur, pikirku. Tapi, kujawab sajalah.
“Umur saya 22 tahun”
“Kamu masih sangat muda, mungkin jika anak bapak masih hidup, dia akan seumuran denganmu. Nak, Bolehkah saya menitipkan pesan ?”
“Silahkan.” Jawabku singkat.
Pak tua itu melanjutkan.
“Nak, mungkin ini akan terasa seperti biasa saja, mendengar perkataan dari lelaki tua dan asing seperti saya. Namun, kamu masih begitu muda, kamu harus manfaatkan umurmu untuk berikan kebaikan sebanyak-banyak nya, bagi siapa saja, tanpa batas. Hidup ini ternyata begitu singkat, waktu berlalu begitu saja sangat cepat. Saya telah kehilangan banyak hal, begitpun saya telah berkorban untuk banyak hal. Tetapi ada yang harus selalu kamu ingat, bahwa kita tidak dapat meminta kembali segala hal yang pernah kita lewati,
waktu yang telah kita sia-siakan, harta yang telah kita habiskan, keluarga yang menyayangi kita, kawan yang ada untuk kita. Semuanya hanya akan berlalu, kemudian tinggallah kita dihari tua. Jangan sampai disaat senjamu nanti ada yang masih kau sesalkan.”
Denngan perlahan beliau mengucapka kalimat-kalimat itu. Aku hanya terdiam, kusimak dalam-dalam nasihat dari pak tua itu. Semuanya begitu bermakna, terlihat memang beliau sudah senja, pantaslah berkata seperti itu sudah banyak hal dilalui olehnya. Kemudian ku jawab,
“Nasehat tuan akan selalu saya ingat.”
Beliau hanya tersenyum getir, dan berlalu dari taman ini. Sebelumnya kubawakan saja padanya sekantong buah yang sejak tadi kubeli, beliau menolak, tetapi kupaksa saja agar beliau menerimanya. Akhirnya beliau mau menerima sekantong buah itu dan pergi. Saya sendiri yang kini bergiliran duduk termenung, seolah mengulang kembali. Adakah yang saya lakukan selama ini salah, adakah itu membawa manfaat atau malah sebaliknya.
Ucapan beliau begitu membekas dan meninggalkan kesan yang tidak pernah saya lupa.


n.d
21022020

Komentar

Postingan Populer